Saatnya “Memainkan” Pasar lewat Game

gamification

Gambar diambil dari sini

Siapa bilang kegiatan marketing tidak bisa menyenangkan bagi konsumen? Game membuat kegiatan marketing lebih fun dan membuat semua orang senang dan menang.

Bermain merupakan sebuah kegiatan rekreasi yang disukai semua orang. Kegiatan ini tidak pernah menjadi monopoli anak-anak, meski mereka memang cenderung bermain lebih banyak ketimbang orang dewasa. Bahkan saat ini justru orang dewasa mulai kembali kecanduan bermain, terutama video game dan game online.

Siapa di antara Anda yang sedang atau pernah kecanduan game Candy Crush Saga? Saya adalah salah satu yang kecanduan meski tidak parah, sepertinya. Candy Crush Saga jelas bukan satu-satunya game yang bikin kecanduan, dan saya juga bukan satu-satunya orang yang sempat kecanduan main game.

Pertanyaannya, mengapa sampai ada orang yang kecanduan main game? Hal paling jelas dan gamblang adalah karena bermain game adalah hal yang menyenangkan.

Game memberikan tantangan yang menggelitik hasrat alami manusia untuk berkompetisi, memperoleh status, dan mendapatkan reward ketika berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Inilah yang akhirnya menyebabkan orang kecanduan.

Begitu mudahnya kita hanyut dalam sebuah permainan, membuat game menjadi sebuah industri yang tampak nggak ada matinya. Tidak hanya itu, kuatnya ikatan antara gamer dengan game yang dimainkannya, membuat game, khususnya game online dilirik sebagai perangkat pemasaran.

Nilai Pasarnya Terus Meroket

Menurut Matmi.com, gamification berada di urutan keempat dalam tren digital marketing tahun 2012. Popularitas gamification juga tidak memudar di tahun 2013. Tren ini justru semakin menguat.

Gamification sendiri merupakan usaha memanfaatkan game untuk keperluan di luar game itu sendiri. Misalnya untuk kegiatan pemasaran, membangun merek, atau memperkuat loyalitas pelanggan.

Menurut Gabe Zichermann, pengarang buku Gamification Revolution, industri gamification dimulai sejak tahun 2010. Sejak saat itu sudah ada 350 merek besar yang meluncurkan proyek gamification mereka. Sebut saja Ford, eBay, Starbucks, Nike, hingga perusahaan B2B seperti SAP, Oracle, dan Cisco.

Dari tahun ke tahun, nilai sektor ini juga terus meningkat. Menurut riset yang dilakukan oleh Markets and Markets, sebuah perusahaan riset global, sektor gamification akan bernilai 5,5 miliar dolar AS pada tahun 2018. Padahal tahun ini nilainya baru sebesar 421 juta dolar AS.

Hasil riset ini tak berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh M2Research yang dikutip oleh Technorati. Mereka memprediksi pasar gamification akan bernilai 2,8 miliar dolar AS pada tahun 2016 mendatang.

Sementara itu Gartner meramalkan bahwa pada tahun depan, 70% perusahaan besar akan menggunakan aplikasi gamification dalam organisasi mereka untuk memotivasi para karyawan. Proyek-proyek ini diperkirakan mendorong 50% dari seluruh inovasi yang ada.

Meningkatkan Brand Awareness dan Minat Beli

Perkiraan nilai pasar yang terus naik, menunjukkan betapa besarnya minat terhadap gamification. Meski dapat dimanfaatkan untuk banyak hal, gamification secara luas digunakan untuk keperluan kegiatan marketing.

Apa sebenarnya yang membuat para marketer tertarik menggunakan game sebagai perangkat marketing? Pertama, karena game mampu menjadi jembatan untuk membangun engagement yang kuat antara perusahaan dengan calon konsumen.

Anda pernah melihat orang tua mengubah sendok menjadi pesawat ketika menyuapi anaknya? Nah, gamification dapat dianalogikan seperti itu. Kedua pihak sama-sama senang dan memperoleh apa yang diinginkan.

Konsumen Anda merasa senang karena dapat bermain game, berkompetisi, dan mungkin memenangkan sesuatu dari situ. Sementara Anda sendiri sebagai marketer berhasil menyisipkan pesan pemasaran dan mungkin membuat mereka membeli pada akhirnya. Everybody wins.

Hal ini yang setidaknya dirasakan oleh Toyota ketika pada tahun 1999 meluncurkan Tundra Madness, sebuah permainan digital racing. Game tersebut dapat menarik sekitar 8.000 konsumen dengan waktu bermain rata-rata selama 28 menit.

Dalam riset yang dilakukan oleh perusahaan terlihat bahwa permainan tersebut mampu meningkatkan brand awareness sebesar 28% dan menaikkan minat beli sebesar 5%. Sungguh hasil yang mampu membuat para marketer tersenyum lebar.

Bukan hanya Toyota yang merasakan keuntungan dari gamification. Merek besar lain seperti Nike dan Starbucks juga merasakan hal yang sama.

Starbuck mengintegrasikan gamification dengan aplikasi FourSquare. Para konsumen dapat check-in di FourSquare tiap kali datang ke gerai Starbucks. Dengan begitu mereka dapat memperoleh diskon dan keuntungan lainnya.

Sementara Nike mencatat data-data dari kegiatan lari pelanggan mereka melalui akun online Nike+. Para pelanggan Nike yang menggunakan aplikasi ini dapat memperoleh piala virtual hanya dengan berlari menggunakan sepatu Nike.

Menawarkan Lebih dari Diskon dan Penawaran Khusus

Di samping kegiatan marketing, gamification juga banyak digunakan dalam program customer loyalty. Menurut Zichermann, dalam artikelnya yang berjudul Gamification: The Hard Truths yang dimuat di Huffington Post, game dapat meningkatkan engagement dan loyalitas rata-rata sebesar 30%. Hal ini diukur dari waktu yang dihabiskan untuk bermain, kunjungan berulang, dan distribusi viral.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena game tidak hanya menawarkan reward fisik berupa diskon atau penawaran khusus. Game menawarkan sebuah status yang menurut Zichermann dinilai lebih tinggi dari sekadar diskon atau penawaran khusus.

Pencapaian ke level tertentu dalam sebuah permainan adalah simbol status bagi pemainnya, dan ada kebanggaan tersendiri yang dirasakan oleh mereka. Kebanggaan ini jelas lebih tinggi nilainya dibandingkan sebuah diskon atau penawaran khusus. Inilah yang membuat game dipandang sebagai perangkat yang lebih kuat untuk membangun loyalitas pelanggan.

Di Indonesia sendiri pemanfaatan game untuk kegiatan marketing belum terlalu banyak dilakukan. Tampaknya banyak merek yang masih ragu memasukkan game ke dalam perangkat pemasaran mereka. Namun, tidak diragukan lagi potensi pasar Indonesia sangatlah besar.

Hanya saja, sama seperti perangkat marketing lainnya, para marketer juga perlu mempertimbangkan masak-masak keputusan memasukkan game ke dalam aktivitas marketing mereka.

Jangan sampai hanya ikut-ikutan dan akhirnya terjebak dalam perebutan badge dalam permainan tanpa memperoleh keuntungan apa-apa untuk perusahaan. So, are you ready to play? (Pernah dimuat di Marketing.co.id)

Leave a comment